sumber: http://www.indoberita.com |
Mari sejenak tundukkan kepala dan
mengenang jasa pahlawan yang telah tiada karena keberhasilan jasa-jasanya
mengantarkan bangsa kita lepas dari penjajah. Hari ini merupakan hari Kebangkitan
Nasional. Hari yang selaludiperingati untuk mengingat patriotisme dan momentum
untuk kembali menggerakan dan menyatukan visi demi menyelesaikan persoalaan
bangsa. Jika dilihat dari sejarahnya kebangkitan nasional merupakan masa
bangkitnya semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan, dan kesadaran untuk
memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah
muncul selama penjajahan 350 tahun oleh Negara Belanda.
Kebangkitan Nasional sejatinya ditandai
dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei
1908 dan ikrar Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Jika dilihat dari
sejarahnya sendiri, terbentuknya Boedi Oetomo lahir dari pemikiran R. Soetomo
sebagai motor, lalu timbulah niat di kalangan pelajar STOVIA di Jakarta untuk
mendirikan perhimpunan di kalangan para pelajar guna menambah pesatnya usaha
mengejar ketertinggalan bangsa.
Langkah pertama yang dilakukan Soetomo
dan beberapa temannya ialah mengirimkan surat-surat untuk mencari hubungan
dengan murid-murid di kota-kota lain di luar Jakarta, misalnya: Bogor, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, dan Magelang. Pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 1908 pukul 9
pagi, Soetomo dan kawan-kawannya: M. Soeradji, M. Muhammad saleh, M. Soewarno,
M. Goenawan, Soewarno, R.M. Goembrek, dan R. Angka berkumpul dalam ruang kuliah
anatomi. Setelah segala sesuatunya dibicarakan masak-masak, mereka sepakat
memilih “Boedi Oetomo” menjadi nama perkumpulan yang baru saja mereka resmikan
berdirinya.
“Boedi” artinya perangai atau tabiat
sedangkan “Oetomo” berarti baik atau luhur. Boedi Oetomo yang dimaksud oleh
pendirinya adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan atas
keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat, kemahirannya.
Visi dari perkumpulan tersebut sangat
jelas yakni ingin mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia terhadap bangsa lainnya
melalui keluhuran ilmu budi pekerti, dan bukan melalui jalur kekerasan bahkan
senjata. Dan, jika pada akhirnya kelompok atau perkumpulan ini masuk ke dalam
fase politik itu tak lebih dari desakan nasionalisme yang genting. Dimana
kelompok pergerakan kemerdakaan membutuhkan strategi yang matang dalam
menggulingkan penjajah. Perkumpulan ini memang berisi kaum intelektual tanah
air yang melawan dominasi penjajah melalui suara dan pena, melalui cerdasnya bahasa
diplomasi yang kemudian diacungi kecerdasannya oleh bangsa lain dalam berbagai
perundingan.
Lalu bagaimana dengan sekarang?
Bagaimana dengan kaum generasi muda sekarang? Apakah mereka lebih menggunakan
akal dan kecerdasan mereka demi bangsa atau justru menggunakan otot sebagai
perlawan dan mengatasnamakannya sebagai pejuang bangsa? Terlalu banyak yang
saya lihat hari ini di media TV, bagaimana mahasiswa dengan semangatnya
berdemonstrasi membakar ban, bahkan mungkin memboikot mobil milik pemerintah
dengan alasan bahwa mereka menyuarakan hak dan kepentingan rakyat. Maka
dengarkanlah suara kami. Lalu jika banyak rakyat yang dirugikan oleh perbuatan
mereka, rakyat mana yang mereka maksudkan? Apakah rakyat merasa terwakili oleh
mereka? Atau justru mereka hanya melakukan semua ini untuk menutupi pelampiasan
emosional semata.
Jika dipikir-pikir sangat disayangkan
jika perilaku tersebut terus dibudayakan. Masih ada cara lain untuk menggugah
nasionalisme, menggugah empati dan menggugah bangsa lain untuk tak lagi
berpikir bahwa kita merupakan hanya bangsa yang konsumtif, pemarah, dan
sensitif atau bodoh. Saya rasa perlu kiranya kita merubah diri, perlu kiranya
kita berpikir.
Dan, suatu hari saya berharapa
Kebangkitan Nasional bisa diperlakukan dengan khidmat. Mari kembali belajar
dari sejarah, mari kembali membaca buku dan berpikir dengan bijak.